Mengenal Wae Rebo yang Terpencil

Menjadi bagian dari Island of Flores, Wae Rebo merupakan daerah yang terpencil. Wikipedia menyebutkan, Wae Rebo merupakan kawasan dusun adat terpencil dan misterius. Lebih tepatnya terletak di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Di dusun ini terdapat tujuh rumah utama atau yang disebut sebagai Mbaru Niang.

Bila kita perhatikan pemandangan alam yang terdapat di Wae Rebo, kita seperti diajak ke sebuah negeri di awan. Wae Rebo yang merupakan bagian dari desa yang bernama Desa Satar Lenda dan berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Itulah alasan kuat Wae Rebo dijuluki pula sebagai Kampung di Atas Awan.

Mengenal Wae Rebo yang Terpencil
Mengenal Wae Rebo yang Terpencil  | foto: internet
Tahuhkah Anda? Pada 2012, UNESCO pernah menganugrahi Mbaru Niang atas upaya konservasi warisan budaya mengungguli kawasan-kawasan lain yang terdapat pada sebuah negara (se-Asia Pasifik). Karena memang, rumah tinggal khas kampung di kepulauan Flores hanya tersisa di Mbaru Niang.

Ada banyak foto-foto yang beredar di Internet menampilkan Mbaru Niang yang khas Wae Rebo sebanyak 7 rumah. Populasi masyarakat Wae Rebo berjumlah 25 keluarga. Untuk bisa mencapai di dusun pedalaman Flores, Nusa Tenggara Timur ini harus dengan dua penerbangan; pertama dari bandara I Gusti Ngurah Rai, kemudian dilanjutkan dengan penerbangan di Bandara Komodo tujuan Labuan Bajo.

Dari Labuan Bajo perjalanan dilanjutkan menuju Manggarai Barat. Perjalanan ini bisa memakan waktu selama 5 jam. Selanjutnya harus melakukan trekking supaya bisa Mengenal Wae Rebo yang Terpencil tersebut sejauh 9 kilometer.

Mengenal Wae Rebo yang Terpencil

Adalah Yori Antar, seorang arsitektur asal kota Jakarta yang berbekal kartu pos dengan foto Mbaru Niang menemukan Wae Rebo pada 2008. Atas reportase dari YorI - semenjak itu- akhirnya banyak wisatawan yang merasa takjub dengan rumah unik masyarakat Wae Rebo hingga hari ini.

Dengan kondisi geografis yang tersembunyi alias terpencil ini justru menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mendatangi Wae Rebo. Banyak faktor yang menyedot perhatian para wisatawan yang kebanyakan wisatawan mancanegara berkunjung ke Wae Rebo, seperti; dusunnya terisolir dan jauh berbeda dengan suasana kota yang kerap diearnai suasana hingar-bingar atau hiruk-pikuk. Hal lain yang menjadi faktor penentu Wae Rebo memiliki daya pikat yaitu kearifan lokalnya. Masyarakat Wae Rebo sepenuhnya bergantung pada alam sekitar mereka serta kesadaran masyarakatnya untuk selalu menjaga kelestarian alam.

Satu keluarga yang menempati sebuah rumah Mbaru Niang rata-rata berjumlah 7 hingga delapan orang. Sisa dari masyarakat yang tidak kebagian Mbaru Niang, harus pindah ke desa lain yang bernama desa Kombo yang merupakan duplikat dari Wae Rebo, sehingga mendapat julukan Kampung Kembaran Wae Rebo.

Pembangunan Wae Rebo jamak menggunakan pemasukan dari kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Selain devisa tersebut, hasil bumi dan keterampilan masyarakat Wae Rebo pun berperan penting dalam eksistensi objek wisata ini.

Kopi dan kain Cura adalah dua hal yang membantu pendapatan baik bagi masyarakat dan juga desa Wae Rebo. Kopi arabika banyak dikembangkan pada perkebunan serta ibu-ibu warga Wae Rebo banyak yang terampil membuat kain tenun dengan motif yang berwarna cerah.

Desa terpencil Wae Rebo tidak memiliki bangunan sekolah dasar. Untuk itu urusan pendidikan seperti SD anak-anak dusun ini harus merantau sejak usia 6 atau 7 tahun ke desa Kombo. Itupun bagi mereka yang ingin anaknya mengenyam pendidikan SD. [w4/10_IBD]

Comments